Senin, 26 April 2010

Istanbul 2005


1- Dida
2- Cafu
3- Paolo Maldini
31- Jaap Stam
13- Alessandro Nesta
21- Andrea Pirlo
8- Gennaro Gattuso / 10- Rui Costa (112')
20- Clarence Seedorf / 27- Serginho (86')
22- Kaka
7- Andriy Shevchenko
11- Hernan Crespo / 15- Jon Dahl Tomasson (85')

Liverpool
1- Dudek
3- Steve Finnan / 16- Dietmar Hamann (46')
21- Djimi Traore
23- Jamie Carragher
4- Sami Hyypia
14- Xabi Alonso
10- Luis Garcia
6- John Arne Riise
8- Steven Gerrard
7- Harry Kewell / 11- Vladimir Smicer (23')
5- Milan Baros / 9- Djibril Cisse (85')

Dinding stadion Kemal Ataturk seperti setipis kertas. Dari kamar ganti Liverpool, sorak sorai pemain AC Milan di ruangan yang berbeda begitu jelas terdengar. Semua pemain Liverpool tertunduk lesu. Tak ada yang berani menegakkan kepala. Pada malam final Liga Champions 2004/05 itu, Milan memberikan pukulan telak kepada Liverpool. Milan mampu unggul 3-0 saat jeda. Bek veteran Paolo Maldini membuka keunggulan pada menit pertama pertandingan. Sebelum turun minum, Hernan Crespo menambahnya dengan dua gol. Awal yang sempurna.

Tak mau disetir kemurungan, Rafael Benitez menghimpun nafas dan berdiri di tengah para pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja.

"Jangan tundukkan kepala kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan lupakan itu. Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus melakukkannya untuk mereka", serunya.

"Kalian tak pantas menyebut kalian pemain Liverpool kalau kepala kalian tertunduk. Kalau kita menciptakan beberapa peluang, kita berpeluang bangkit dalam pertandingan ini. Percaya lah kalian mampu melakukannya. Berikan kesempatan buat kalian sendiri untuk keluar sebagai pahlawan."

Sebelum tim keluar kamar ganti, Rafa menyusun skema formasi baru di papan tulis. Untuk menghambat Kaka, Rafa meminta Dietmar Hamann bersiap tampil menggantikan Djimi Traore. Namun, ketika diberitahu Steve Finnan mengalami cedera, Benitez memanggil kembali Traore yang sudah mencopot sepatu dan berjalan ke kamar mandi. Keputusan terakhir, Finnan keluar, Hamann masuk.

Rafa sadar, tak ada lagi ruginya mengorbankan seorang pemain bertahan. Liverpool bermain dengan tiga pemain belakang dan kapten Steven Gerrard didorong lebih ke depan. Liverpool memang harus bangkit, sekarang atau tidak sama sekali.

Inilah lima belas menit yang menentukan. Lima belas menit yang mengubah segalanya. Babak kedua menjadi milik Liverpool. Sembilan menit berjalan, Liverpool menyulut sumbu ledak stadion. Dalam rentang enam menit berikutnya, Liverpool ganti mengendalikan situasi. Steven Gerrard memberikan gol inspirasional lewat sundulan kepala menyongsong umpan John Arne Riise. Tak lama berselang, tendangan keras jarak jauh Vladimir Smicer tak dapat ditahan Dida. Belum lagi Milan menata diri, pada menit ke-60, Gerrard dijatuhkan di kotak penalti oleh Gennaro Gattuso. Penalti! Awalnya, eksekusi Xabi Alonso sempat ditahan Dida, tapi bola muntah langsung disambar Alonso.

Cerita belum selesai. Kedudukan 3-3 bertahan hingga 90 menit. Pertandingan diperpanjang hingga 30 menit, tapi tetap tak bisa menentukan pemenang. Juara Liga Champions musim itu pun harus diselesaikan melalui babak adu penalti.

Sebelum "babak perjudian" itu dimulai, Jamie Carragher datang menghampiri kiper Jerzy Dudek. Carra menyarankan Dudek agar melakukan "sesuatu" untuk mengacaukan konsentrasi pemain Milan. Dudek langsung teringat rekaman video yang pernah disaksikannya. Kaki spaghetti! Saat adu penalti final Piala Champions 1984 melawan AS Roma, pendahulu Dudek, Bruce Grobbelaar, memelintir-melintir kakinya. Entah memang berpengaruh atau tidak, Grobbelaar berhasil membawa Liverpool menang dan merebut Piala Champions.

Trik yang sama dipakai Dudek ketika Andriy Shevchenko bertugas sebagai eksekutor terakhir Milan. Terbukti, trik kuno itu berhasil. Eksekusi Sheva mengarah ke tengah gawang dan dengan sebelah tangan, Dudek menahannya. Liverpool pun merajai Eropa! Jerih payah fans Liverpool yang terus menggemuruhkan dukungan untuk klub kesayangan mereka terbayar sudah!

Mukjizat di Istanbul ini kemudian diabadikan dalam film Fifteen Minutes That Shook The World. Betapa tidak, final Liga Champions musim itu sangat dramatis dan membuktikan segalanya mungkin terjadi di lapangan sepakbola.

Pascafinal Istanbul, hidup tak lagi sama. Tapi, hidup juga berjalan terus. Satu per satu figur pemain heroik, seperti Harry Kewell, Milan Baros, Djibril Cisse, Luis Garcia, Dudek, dan Smicer meninggalkan Anfield dan melanjutkan karir di klub baru.

Sebagian tetap tinggal, terutama Gerrard. Sang kapten sempat disebut-sebut akan hijrah ke Chelsea musim panas 2005 itu. Tapi, Istanbul mengubah segalanya.

"Bagaimana mungkin saya pindah setelah mengalami final seperti ini?" ujar Gerrard.

Arak-arakan bus dengan atap terbuka dan kerumunan satu juta orang, 300 ribu di antaranya memadati St George's Hall, suatu hari di Mei 2005, pasti takkan pernah dilupakan Liverpudlian sepanjang masa.

Jumat, 16 April 2010

Tragedi Hillsborough "Justice for the 96"

15 April (1989) akan selalu menjadi hari yang emosional bagi seluruh supporter Liverpool FC di seluruh dunia. Salah satu tragedi kelam yang “menodai” perjalanan sebuah klub sepak bola tersukses di daratan Inggris, Sebuah tragedi yang menyisakan kontroversi hingga sekarang. Sebuah tragedi yang dikemudian hari akan mengubah dan menjadi landasan akan lahirnya peraturan soal standar keamanan stadion sepak bola.

Kejadian ini berawal dari digelarnya partai semi final Piala FA antara Liverpool vs Nottingham Forest yang digelar di Stadion Hillsborough, kandang Sheffield Wednesday. pertandingan yang harusnya enak dinikmati tiba-tiba berubah menjadi kuburan massal buat liverpudlian.

Akibat massa yang berlebihan dan berebut masuk ke Hillsborough, sementara kapasitas stadion milik klub Sheffield Wednesday yang tidak memadai menyebabkan 95 orang meninggal pada Kejadian tersebut, seorang lagi meninggal setelah mengalami koma selama 4 tahun sehingga menambah jumlah korban menjadi 96 orang. 89 diantaranya laki - laki serta 7 orang perempuan. Berdasarkan umur, kebanyakan diantaranya berusia dibawah 30 tahun serta 13 orang diantaranya dibawah usia 20 tahun. Korban termuda adalah seorang anak laki - laki berusia 10 tahun, salah satunya adalah sepupu dari gerrard.. cmiiw.

730 orang terluka di dalam stadiun serta 36 terluka di luar stadiun. Ratusan orang mangalami trauma karena peristiwa tersebut.

Bencana bagi sepak bola Inggris yang hingga kini masih menjadi kontroversi. The Sun, sebuah tabloid di Inggris yang berskala nasional turut menambah panas suasana dengan memuat berita setelah kejadian tersebut dengan headline berjudul “THE TRUTH” dengan 3 sub headlinenya yang berjudul 'Some fans picked pockets of victims'; 'Some fans urinated on the brave cops'; 'Some fans beat up PC giving kiss of life'.



Dapat kita bayangkan betapa sakit hatinya kita melihat headline yg ditulis the sun diatas, terutama bagi keluarga korban, itulah sebabnya mengapa kita para liverpudlian memboikot tabloid the sun, walau setelah itu tabloid the sun meminta maaf atas kekeliruan berita yang telah dimuat sebelumnya namun karena berita tersebut sudah kadung membuat hati kita sakit sehingga saat ini pun para liverpudlian di seluruh dunia dilarang mengutip atau mengambil berita dari harian tersebut sekalipun berita itu tentang klub kesayangan kita ini.

Selain itu, untuk mengenang korban Hillsborough maka setelah kejadian tersebut pada logo Liverpool yang terbaru ditambahkan dua “fire caldron” di kanan-kiri sang burung hati, liverbird yang menggambarkan api abadi untuk mengenang korban Hillsborough.

Selain itu juga setiap tanggal 15 April - hari di mana tragedi tersebut terjadi, fans Liverpool selalu mengadakan upacara peringatan. Bertempat di Kop Stand, ribuan Liverpudlian selalu bergabung bersama pelatih, staff serta petinggi klub untuk mengenang kembali tragedi tersebut.

20 tahun berlalu sejak bencana di Hillsborough, melalui Hillsborough Family Support Group (HFSG) supporter Liverpool terus menuntut keadilan atas meninggalnya 96 anggota keluarga, saudara, teman mereka. Selama hampir dua dekade tanpa kenal lelah HFSG terus mengkampanyekan Hillsborough : JusticeFor96.